Blog

Blogger templates

Small text message

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogroll

Video

Cari Blog Ini

FEATLIST

About Me

TABDIV

Random

suku mandar

Jumat, 20 Februari 2015 - - 0 Comments



Suku Mandar adalah kelompok etnik di Nusantara, tersebar di seluruh pulau Sulawesi , yaitu Sulawesi BaratSulawesi Selatan,Sulawesi TengahSulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara, juga tersebar di beberapa provinsi di luar sulawesi seperti Kalimantan SelatanKalimantan TimurJawa dan Sumatera bahkan sampai ke Malaysia.
Mandar ialah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Secara etnis Pitu Ulunna Salu atau yang biasa dikenal sebagai Kondosapata tergolong ke dalam grup Toraja (Mamasa dan sebagian Mamuju), sedangkan di Pitu Ba’ba’na Binanga sendiri terdapat ragam dialek serta bahasa yang berlainan. Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.



Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Passandeq(Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar , yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut). Makanan khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll.
Suku Mandar terdiri atas 17 (kerajaan) kerajaan, 7 (tujuh) kerajaan hulu yang disebut "Pitu Ulunna Salu", 7 (tujuh) kerajaan muara yang disebut "Pitu ba'bana binanga" dan 3 (tiga) kerjaan yang bergelar "Kakarunna Tiparittiqna Uhai".
Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu adalah :
  1. Kerajaan Rante Bulahang
  2. Kerajaan Aralle
  3. Kerajaan Tabulahang
  4. Kerajaan Mambi
  5. Kerajaan Matangnga
  6. Kerajaan Tabang
  7. Kerajaan Bambang
Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Baqbana Binanga adalah :
  1. Kerajaan Balanipa
  2. Kerajaan Sendana
  3. Kerajaan Banggae
  4. Kerajaan Pamboang
  5. Kerajaan Tapalang
  6. Kerajaan Mamuju
  7. Kerajaan Benuang
Kerajaan yang bergelar Kakaruanna Tiparittiqna Uhai atau wilayah Lembang Mapi adalah sebagai berikut :
  1. Kerajaan Alu
  2. Kerajaan Tuqbi
  3. Kerajaan Taramanuq
Di kerajaan-kerajaan Hulu pandai akan kondisi pegunungan sedangkan kerajaan-kerajaan Muara pandai akan kondisi lautan. Dengan batas-batas sebelah selatan berbatasan dengan Kab. PinrangSulawesi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kab. TorajaSulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Kota PaluSulawesi Tengah dan sebelah barat dengan selat Makassar.
Sepanjang sejarah kerajaan-kerajaan di Mandar, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh pejuang dalam mempertahankan tanah melawan penjajahan VOC seperti: Imaga Daeng Rioso, Puatta i sa'adawang, Maradia Banggae, Ammana iwewang, Andi Depu, meskipun pada akhirnya wilayah Mandar berhasil direbut oleh pemerintah VOC.
Dari semangat suku Mandar yang disebut semangat "Assimandarang" sehingga pada tahun 2004 wilayah Mandar menjadi salah satu provinsi yang ada di Indonesia yaitu provinsi Sulawesi Barat.

masuknya islam di tanah mandar

- - 0 Comments

SEJARAH ISLAM DI TANAH MANDAR

A. Masuknya agama Islam di Tanah Mandar
Pada abad ke-17 agama Islam telah masuk ke tanah mandar, saat itu pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar masih berbentuk kerajaan. Diantaranya ada 2 kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang dan Kerajaan Balanipa. Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan Binuang, yang disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang berlabuh di kawasan Kerajaan Binuang
Dalam penyebaran agama Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan kesulitan berat, karena kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau Islam. Sehingga agama Islam yang disebarkan diterima dengan baik oleh masyarakat terutama dari pihak kerajaan yang berkuasa pada saat itu. Berikut ini merupakan beberapa pendapat atau paham yang diperoleh dari beberapa nara sumber yang mengetahui mengenai sejarah masuknya agama Islam di Tanah Mandar :
Pendapat Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
Mengatakan bahwa asal mula penyebaran agama Islam datang dari Arab dan tiba di Wilayah Tanah Mandar Daerah Toma’ngalle, pada abad ke-17 (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ). Yang dibawah oleh seorang musafir yang bernama Kamaruddin Rahim.
Setelah beliau berada di Tamangalle, beliau menyebarkan agama Islam. Saat beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan kejadian tersebut kepada raja Balanipa, kemudian beliau dijemput dan dibawa ke Kerajaan Balanipa. Arayang pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja ke-IV Kerajaan Balanipa). Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. Wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Mengatakan bahwa agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab dan tiba diwilayah mandar pada abad ke 17, Beliau bernama Kapar. Beliau menyebarkan agama islam di tanah mandar bersama dengan To Salama di daerah Goa (Yusuf). Perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf bertindak sebagai khatib di Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan tentang tata cara sebagai khatib.
Namun setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya yaitu Sopu Gus Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK sebagai bukti pelimpahan wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952 di Madjene.
Kapar (To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada masa kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan keturunan dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah Balanipa dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa.
Penyebaran agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur dikarenakan sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah tentunya tidak akan langsung dapat diterima begitu saja. Sebelum Islam masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua) lembaga hukum yaitu:
1. Lembaga 1(Balanipa)
Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).
2. Lembaga II (merendam tangan di air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.
Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Menyatakan bahwa Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal dari Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar.
Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Dari tiga pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa pembawa agama islam di Tanah Mandar memiliki nama yang berbeda – beda dari tiap wilayah. Namun setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa pembawa agama Islam yang pertama kali ditujukan hanya pada satu orang yaitu tosalama’ di Binuang.
B. Penyebaran Islam di Mandar
Penyebaran Islam di Tanah Mandar di mulai pada abad ke-17, oleh seorang musyafir bangsa Arab yang bernama Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf). Awal penyebarannya Beliau menyebarkan agama Islam di Wilayah Kerajaan Binuang, Ketika beliau melaksanakan sholat diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Binuang. Lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Raja Binuang. Setelah menghadap raja beliau menjelaskan maksud dan tujuannya. Hal tersebut diterima baik oleh pihak kerajaan dan diikuti oleh seluruh masyarakat
Setelah Islam diterima di kerajaan Binuang, Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf) memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam, diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar), Beliau mendapatkan hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa. sehingga beliau memberi nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu pula beliau memutuskan untuk singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ) untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika beliau melakukan sholat, diatas batu yang berbentuk kasur. Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Balanipa, lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Balanipa. Arayang pada saat itu daetta’ tummuanae (raja ke empat )
Setelah tiba dikerajaan, beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pada awal beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat. Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara memberihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena prilaku masyarakat setempat sudah mencerminkan prilaku Islam, Selain itu juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat berkunjung dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh masyarakat setempat.
Proses penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara mengislamkan kebiasaan-kebiasaan daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang Patu’du yaitu kuda yang menari, pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan daya tarik untuk masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari agama Islam terutama dalam mempelajari Al-Qur’an.
Setelah Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke Binuang dengan alasan karena tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa hari kemudian beliau wafat. Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan lebat selama tiga hari tiga malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat pusing memikirkan letak pemakaman Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang mengusulkan tempat pemakaman beliau, tetapi setelah disebutkan salah satu tempat yaitu daerah Ammasangan hujan seketika berhenti. Kemudian Raja memutuskan untuk memakamkan jasad to Salama di Ammasangan yang sekarang bernama Pulau Salama.
Dibawa ini adalah dokumentasi tosalama’ di Binuang (Syaek Bil Ma’ruf) atau dikenal Kamaruddin Rahim :
A. Perkembangan Agama Islam di Mandar
Islam masuk ke Mandar dengan jalan damai pada abat 17 masehi, pengaruh Islam mengalami perkembangan sekitar pada abad 18 masehi. Penyebaran islam dilakukan dengan didahului para pemimpin kerajaan yang ada ditanah Mandar. Dimulai dari ajaran membersikan diri sampai kepada tatanan atau aturan dalam beribadah.
Masuknya Islam ditanah Mandar banyak mempengaruhi kebudayaan lokal. Dalam bidang aturan dalam kepemimpinan, kehidupan, dan masih banyak lagi. Berikut ini beberapa contoh perkembangan islam di berbagai kerajaan yang ada di Tanah Mandar :
1. Pada masa kerajaan Balanipa
Kerajaan ini terletak di Kabupaaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini adalah kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai pengaruh yang sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di Balanipa pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid Raja.
Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
2. Pada Masa Kerajaan Binuang
Kerajaan ini terletak di kabupaaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) adalah islam Muhammadia. Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat siarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.

kuliner khas sulawesi barat

Rabu, 11 Februari 2015 - - 3 Comments

Kuliner Khas Sulawesi Barat

Dibawah ini beberapa kuliner khas sulawesi barat, jika berkunjung ke sulawesi barat kurang lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khas masyarakat mandar. Beberapa diantaranya kuliner yang sangat terkenal, yaitu:

Jepa


Jika ikan saja tak mengenyangkan, ada penganan karbohidrat tinggi tersedia di meja. Jepa adalah makanan khas Mandar. Bentuknya lempengan bundar dari parutan ubi kayu dan kelapa yang dimasak di atas kuali tanah. Cara pembuatannya nyaris sama seperti pembuatan serabi. Namun, untuk membuat jepa ada tutup yang ditekan untuk memadatkan adonan. Karena terbuat dari ubi memakan 1 jepa dapat mengenyangkan. 



IkanTerbang yang di asapi

 Ikan Terbang
MAJENE,Masyarakat pesisir yang ada di Lingkungan Labuan, Kelurahan Mosso, Kecamatan Senadan, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat saat ini mengembangkan wisata kuliner dengan menyajikan makanan tradisional.

Masyarakat pesisir yang berjarak 135 kilometer dari ibukota Mamuju, telah mengembangkan wisata kuliner di sepanjang jalur Trans Sulawesi. Senin, di lingkungan Labuan, di lokasi itu terlihat masyarakatnya menawarkan obyek wisata dengan menyajikan menu tradisional yakni ikan terbang yang diasap dengan makanan khasnya "Jepa" salah satu jenis makanan dari tanaman umbi-umbian yang diolah menjadi makanan siap saji.
Makanan tradisional Mandar yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir itu sudah berlangsung sejak satu tahun terakhir dan bahkan telah menuai hasil karena mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan orang.
Wisata tradisional yang digeluti sebagian besar masyarakat pesisir itu sangat digemari semua kalangan, apalagi harga yang ditawarkan oleh pelaku usaha cukup terjangkau untuk semua kalangan karena harganya hanya Rp 5.000 per porsi.
.

                                  

                              


                                                                            Loka Anjoroi


Loka Anjoroi, makanan khas Mandar – Sulawesi Barat. dihidangkan pada jam 9-10 pagi hari , biasanya pada acara acara pertemuan kekeluargaan, tanpa Loka Njoroi seakan akan pertemuan kurang lengkap. Makanan khas ini juga sesuai selera Nusantara. 
Bahan:
* 1 sisir pisang kepok tua yang masih mentah.
* 1 biji kelapa tua diparut, diambil santan pertamanya (kanil) + 1 gelas.
* Garam secukupnya.
Cara Membuat:
1. Pisang direbus dengan kulitnya (dikukus).
2. Siapkan santan kental tadi tanpa dimasak.
3. Satu-persatu pisang dikupas, dalam keadaan panas dimasukkan ke dalam santan sambil diaduk-aduk sampai santan melengket di pisang.
Loka Njoroi, dihidangkan sesuai selera, bagi saya lebih enak rasanya apabila Loka Njoroi di hidangkan dengan sambel
[ wisata kuliner]



                                                   Golla Kambu


Salah satu hal yang saya senangi dari teman-teman saya yang dari Polewali Mandar Sulawesi Barat ketika mereka pulang kampung dan kembali ke Makassar, mereka selalu membawa oleh-oleh cemilan manis nan legit ini. Orang Mandar menyebutnya Golla Kambu.
Camilan khas mandar ini betul-betul sangat tradisional. Bungkusannya masih dibalut daun pisang kering. Ketika saya menanyakan hal ini ke teman, katanya Golla Kambu ini akan terasa lebih enak kalau dibungkusnya daun pisang. Golla Kambu ini terdiri dari campuran Nasi ketan putih (Bahasa Makassar: Songkolok), kelapa parut dan santan serta gula aren. Rasanya legit dan manis. Sensasi legitnya didapatkan dari campuran Nasi ketan putih, kelapa parut serta santan sedangkan rasa manisnya di dapatkan dari campuran gula aren.
Ada beberapa varian rasa yang bisa dinikmati dari Golla Kambu ini. Teman-teman kampus asal Polman paling sering membawakan rasa durian dan kacang tumbuk. Kalau saya sendiri paling suka menikmati yang rasa Gratis. hehehe :D
Untuk menikmati kuliner khas  diatas silahkan berkunjung ke Sulawesi barat.... :)

KEBUDAYAAN SULAWESI BARAT

Selasa, 10 Februari 2015 - - 0 Comments



KEBUDAYAAN SULAWESI BARAT


Mari kita lihat beberapa kebudayaan di Provinsi baru di Indonesia yang ke-33, yaitu Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi ini merupakan provinsi baru di Indonesia yang terbentuk dari pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan, dan kini telah menjadi Provinsi ke-33 yang diresmikan sejak 5 Oktober 2004 berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004. Ibukota provinsi Sulawesi Barat ini adalah Mamuju. Luas wilayahnya sekitar 16,796.19 km². Secara geografis, provinsi ini terletak di posisi silang dari Segitiga emas Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah, serta langsung menghadap rute berlayar nasional dan internasional selat Makassar.

Saat ini Sulawesi Barat terkenal dengan kakaonya, kopi (robusta dan arabika), cengkeh, dan kelapa. Emas, batu bara, dan minyak telah menjadikan provinsi makmur. Lebih lengkapnya kebudayaan yang ada di Provinsi Sulawesi Barat ini akan kami sajikan dibawah ini.

1. Rumah adat
Rumah adat Mandar, yakni rumah panggung yang memiliki bentuk yang hampir sama dengan rumah adat suku Bugis dan Makassar. Perbedaanya pada bagian teras (lego) lebih besar dan atapnya seperti ember miring ke depan. Bentuk rumah panggung yang berdiri diatas tiang-tiangnya dimaksudkan untuk menghindari banjir dan binatang buas. Dan apabila semakin tinggi tingkat kolong rumah menandakan semakin tinggi pula tingkat status sosial pemiliknya.  Atap rumah umumnya terbuat dari sirap kayu besi, bambu, daun nipah, rumbia, ijuk atau ilalang. Tangga terbuat dari kayu (odeneng) atau bambu (sapana) dengan jumlah anak tangganya ganjil. Tingkat dinding berbentuk segitiga yang bersusun sebagai atap juga menunjukan kedudukan sosial pemilik rumah.


2. Pakaian Tradisional
Di Sulawesi Barat mempunyai keragaman baju tradisionalnya. Pakaian tradisional Sulawesi Barat biasanya dikenakan dalam pertunjukan tari, acara pernikahan dll yang memiliki keragaman dalam busananya.
Pakaian adat pada pria mengenakan jas yang tertutup dan berlengan panjang, dipadukan celana panjang sebagai pakaian bawahnya. Terdapat kain sarung yang dililitkan pada pinggangnya sampai kelutut. Sedangkan pakaian adat pada wanita Sulawesi Barat mengenakan baju Bodo dengan dihiasi kalung, gelang serta giwang. pada bagian kepala dikenakan sanggul dan beberapa hiasannya. Pakaian bawah dikenakan sarung yang dikenakan seperti rok.

pakaian adat Sulawesi Barat
3. Tari Daerah
- Tari Bamba Manurung, ditujukan sewaktu acara pesta Adat Mamuju yang dihadiri oleh para penghulu adat beserta para tokok adat. Pakaian tari ini disebut baju Badu, dan di hiasi oleh bunga melati beserta kipas sebagai perlengkapan tarinya.

- Tari Bulu Londong, ditujukan pada acara Rambutuka sebagai rasa syukur penduduknya.Pakaian tari ini mengenakan baju adat Mamasa yang berbahan bulu burung.  Perlengkapan tari yang dipakai adalah terompet, pedang atau tombak, sengo, kepala manusia dll.

- Tari patuddu ditujukan dalam acara untuk menyambut para tetamu dari luar maupun dalam negeri. Tarian ini merupakan tarian suku Mandar yang tinggal di Sulawesi Barat.

Tari Patuddu

4. Senjata Tradisional: Badik

Badik atau badek bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar.
Badik
5. Suku-suku Sulawesi Barat: ada terdiri dari Makassar (1,59%),Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Suku Mandar (49,15%), dan suku lainnya (19,15%).

6. Lagu Daerah: Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma'pararuk.

7. Bahasa Daerah: Bahasa Mandar, Bahasa Bugis, Bahasa Toraja, Bahasa Makasar

8. Alat Musik Tradisional: Kecapi, cara memainkannya dengan  dipetik pada bagian senarnya.




Sejarah sulawesi barat

- - 0 Comments

SEJARAH TERBENTUKNYA SULAWESI BARAT

peta.jpg

Bertolak dari semangat "Allamungan Batu di Luyo" yang mengikat Mandar dalam perserikatan "Pitu Ba'bana Binanga dan Pitu Ulunna Salu" dalam sebuah muktamar yang melahirkan "Sipamandar" (saling memperkuat) untuk bekerja sama dalam membangun Mandar.
Semangat "Sipamandar" inilah, sehingga sekitar tahun 1960 oleh tokoh masyarakat Manda yang ada di Makassar yaitu antara lain : H. A. Depu, Abd. Rahman Tamma, Kapten Amir, H. A. Malik, Baharuddin Lopa, SH. dan Abd. Rauf mencetuskan ide pendirian Provinsi Mandar bertempat di rumah Kapten Amir, dan setelah Sulawesi Tenggara memisahkan diri dari Provinsi Induk yang saat itu bernama Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra).

Ide pembentukan Provinsi Mandar diubah menjadi rencana pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan ini tercetus di rumah H. A. Depu di Jl. Sawerigading No. 2 Makassar, kemudian sekitar tahun 1961 dideklarasikan di Bioskop Istana (Plaza) Jl. Sultan Hasanuddin Makassar dan perjuangan tetap dilanjutkan sampai pada masa Orde Baru perjuangan tetap berjalan, namun selalu menemui jalan buntu yang akhirnya perjuangan ini seakan dipeti-es-kan sampai pada masa Reformasi barulah perjuangan ini kembali diupayakan oleh tokoh masyarakat Mandar sebagai pelanjut perjuangan generasi lalu yang diantara pencetus awal hanya H. A. Malik yang masih hidup, namun juga telah wafat dalam perjalanan perjuangan dan pada tahun 2000 yang lalu dideklarasikan di Taman Makam Pahlawan Korban 40.000 jiwa di Galung Lombok, kemudian dilanjutkan dengan Kongres I Sulawesi Barat yang pelaksanaannya diadakan di Majene dengan mendapat persetujuan dan dukungan dari Bupati dan Ketua DPRD Kab. Mamuju, Kab. Majene dan Kab. Polman.

Tuntutan memisahkan diri dari Sulawesi Selatan sebagaimana di atas sudah dimulai masyarakat di wilayah Eks Afdeling Mandar sejak sebelum Indonesia merdeka. Setelah era reformasi dan disahkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian menggelorakan kembali perjuangan masyarakat di tiga kabupaten, yakni Polewali Mamasa, Majene, dan Mamuju untuk menjadi provinsi. Sejak tahun 2005, tiga kabupaten (Majene, Mamuju dan Polewali Mamasa) resmi terpisah dari Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Sulawesi Barat, dengan ibukota Provinsi di kota Mamuju. Selanjutnya, Kabupaten Polewali Mamasa juga dimekarkan menjadi dua kabupaten terpisah (Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa).

Untuk jangka waktu cukup lama, daerah ini sempat menjadi salah satu daerah yang paling terisolir atau ‘yang terlupakan’ di Sulawesi Selatan. Ada beberapa faktor penyebabnya, antara lain, yang terpenting yaitu jaraknya yang cukup jauh dari ibukota provinsi (Makassar); kondisi geografisnya yang bergunung gunung dengan sarana prasarana jalan yang buruk; mayoritas penduduknya (etnis Mandar dan beberapa kelompok sub etnik kecil lainnya) yang lebih egaliter, sehingga sering berbeda sikap dengan kelompok etnis mayoritas dan dominan (Bugis dan Makassar) yang lebih hierarkis (atau bahkan feodal) pada awal tahun 1960an.

Sekelompok intelektual muda Mandar pimpinan almarhum Baharuddin Lopa (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, 1999 – 2000, dan sempat menjadi ‘aikon nasional’ gerakan anti korupsi karena kejujurannya yang sangat terkenal) melayangkan ‘Risalah Demokrasi’ menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap beberapa kebijakan politik Jakarta dan Makassar; serta fakta sejarah daerah ini sempat menjadi pangkalan utama ‘tentara pembelot’ (Batalion 310 pimpinan Kolonel Andi Selle), pada tahun 1950- 60an, yang kecewa terhadap beberapa kebijakan pemerintah dan kemudian melakukan perlawanan bersenjata terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Selain sebagai daerah lintas gunung dan hutan untuk memperoleh pasokan senjata selundupan melalui Selat Makassar oleh gerilyawan Darul Islam (DI) pimpinan Kahar Muzakkar yang berbasis utama di Kabupaten Luwu dan Kabupaten Enrekang di sebelah timurnya.

Pembentukan daerah kabupaten baru di wilayah Sulawesi Barat masih dalam proses dan dalam prosesnya masih sering diiringi oleh permasalahan permasalahan yang merupakan efek penyatuan pendapat yang belum memiliki titik temu. Sulawesi Barat atau disingkat SULBAR merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan propinsi ke – 33 dan diresmikan sejak 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2004, dengan ibukota provinsi adalah Mamuju – Kabupaten Mamuju. Letak Sulawesi Barat Wilayah Provinsi Sulawesi Barat meliputi 5 (lima) Kabupaten yaitu : Kabupaten Mamuju Utara, Kabupatan Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa. 58 Kecamatan, 50 Kelurahan dan 393 desa.

Luas wilayah 16.937,18 km2, jumlah penduduk sekitar 1.070.475 jiwa dengan komposisi penduduk 80% petani dan 7,5% nelayan dengan tingkat kemiskinan mencapai 19,03%. Berada pada jalur segitiga Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur.

Adapun batas- batas wilayah sebagai berikut :

~ Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sulawesi Tengah
~ Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sulawesi Selatan
~ Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Sulawesi Selatan
~ Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Makassar dan Kalimantan Timur

Jumat, 20 Februari 2015

suku mandar



Suku Mandar adalah kelompok etnik di Nusantara, tersebar di seluruh pulau Sulawesi , yaitu Sulawesi BaratSulawesi Selatan,Sulawesi TengahSulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara, juga tersebar di beberapa provinsi di luar sulawesi seperti Kalimantan SelatanKalimantan TimurJawa dan Sumatera bahkan sampai ke Malaysia.
Mandar ialah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Secara etnis Pitu Ulunna Salu atau yang biasa dikenal sebagai Kondosapata tergolong ke dalam grup Toraja (Mamasa dan sebagian Mamuju), sedangkan di Pitu Ba’ba’na Binanga sendiri terdapat ragam dialek serta bahasa yang berlainan. Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.



Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Passandeq(Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar , yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut). Makanan khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll.
Suku Mandar terdiri atas 17 (kerajaan) kerajaan, 7 (tujuh) kerajaan hulu yang disebut "Pitu Ulunna Salu", 7 (tujuh) kerajaan muara yang disebut "Pitu ba'bana binanga" dan 3 (tiga) kerjaan yang bergelar "Kakarunna Tiparittiqna Uhai".
Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu adalah :
  1. Kerajaan Rante Bulahang
  2. Kerajaan Aralle
  3. Kerajaan Tabulahang
  4. Kerajaan Mambi
  5. Kerajaan Matangnga
  6. Kerajaan Tabang
  7. Kerajaan Bambang
Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Baqbana Binanga adalah :
  1. Kerajaan Balanipa
  2. Kerajaan Sendana
  3. Kerajaan Banggae
  4. Kerajaan Pamboang
  5. Kerajaan Tapalang
  6. Kerajaan Mamuju
  7. Kerajaan Benuang
Kerajaan yang bergelar Kakaruanna Tiparittiqna Uhai atau wilayah Lembang Mapi adalah sebagai berikut :
  1. Kerajaan Alu
  2. Kerajaan Tuqbi
  3. Kerajaan Taramanuq
Di kerajaan-kerajaan Hulu pandai akan kondisi pegunungan sedangkan kerajaan-kerajaan Muara pandai akan kondisi lautan. Dengan batas-batas sebelah selatan berbatasan dengan Kab. PinrangSulawesi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kab. TorajaSulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Kota PaluSulawesi Tengah dan sebelah barat dengan selat Makassar.
Sepanjang sejarah kerajaan-kerajaan di Mandar, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh pejuang dalam mempertahankan tanah melawan penjajahan VOC seperti: Imaga Daeng Rioso, Puatta i sa'adawang, Maradia Banggae, Ammana iwewang, Andi Depu, meskipun pada akhirnya wilayah Mandar berhasil direbut oleh pemerintah VOC.
Dari semangat suku Mandar yang disebut semangat "Assimandarang" sehingga pada tahun 2004 wilayah Mandar menjadi salah satu provinsi yang ada di Indonesia yaitu provinsi Sulawesi Barat.

masuknya islam di tanah mandar

SEJARAH ISLAM DI TANAH MANDAR

A. Masuknya agama Islam di Tanah Mandar
Pada abad ke-17 agama Islam telah masuk ke tanah mandar, saat itu pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar masih berbentuk kerajaan. Diantaranya ada 2 kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang dan Kerajaan Balanipa. Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan Binuang, yang disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang berlabuh di kawasan Kerajaan Binuang
Dalam penyebaran agama Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan kesulitan berat, karena kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau Islam. Sehingga agama Islam yang disebarkan diterima dengan baik oleh masyarakat terutama dari pihak kerajaan yang berkuasa pada saat itu. Berikut ini merupakan beberapa pendapat atau paham yang diperoleh dari beberapa nara sumber yang mengetahui mengenai sejarah masuknya agama Islam di Tanah Mandar :
Pendapat Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
Mengatakan bahwa asal mula penyebaran agama Islam datang dari Arab dan tiba di Wilayah Tanah Mandar Daerah Toma’ngalle, pada abad ke-17 (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ). Yang dibawah oleh seorang musafir yang bernama Kamaruddin Rahim.
Setelah beliau berada di Tamangalle, beliau menyebarkan agama Islam. Saat beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan kejadian tersebut kepada raja Balanipa, kemudian beliau dijemput dan dibawa ke Kerajaan Balanipa. Arayang pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja ke-IV Kerajaan Balanipa). Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. Wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Mengatakan bahwa agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab dan tiba diwilayah mandar pada abad ke 17, Beliau bernama Kapar. Beliau menyebarkan agama islam di tanah mandar bersama dengan To Salama di daerah Goa (Yusuf). Perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf bertindak sebagai khatib di Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan tentang tata cara sebagai khatib.
Namun setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya yaitu Sopu Gus Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK sebagai bukti pelimpahan wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952 di Madjene.
Kapar (To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada masa kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan keturunan dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah Balanipa dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa.
Penyebaran agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur dikarenakan sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah tentunya tidak akan langsung dapat diterima begitu saja. Sebelum Islam masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua) lembaga hukum yaitu:
1. Lembaga 1(Balanipa)
Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).
2. Lembaga II (merendam tangan di air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.
Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Menyatakan bahwa Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal dari Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar.
Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Dari tiga pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa pembawa agama islam di Tanah Mandar memiliki nama yang berbeda – beda dari tiap wilayah. Namun setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa pembawa agama Islam yang pertama kali ditujukan hanya pada satu orang yaitu tosalama’ di Binuang.
B. Penyebaran Islam di Mandar
Penyebaran Islam di Tanah Mandar di mulai pada abad ke-17, oleh seorang musyafir bangsa Arab yang bernama Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf). Awal penyebarannya Beliau menyebarkan agama Islam di Wilayah Kerajaan Binuang, Ketika beliau melaksanakan sholat diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Binuang. Lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Raja Binuang. Setelah menghadap raja beliau menjelaskan maksud dan tujuannya. Hal tersebut diterima baik oleh pihak kerajaan dan diikuti oleh seluruh masyarakat
Setelah Islam diterima di kerajaan Binuang, Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf) memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam, diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar), Beliau mendapatkan hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa. sehingga beliau memberi nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu pula beliau memutuskan untuk singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ) untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika beliau melakukan sholat, diatas batu yang berbentuk kasur. Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Balanipa, lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Balanipa. Arayang pada saat itu daetta’ tummuanae (raja ke empat )
Setelah tiba dikerajaan, beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pada awal beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat. Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara memberihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena prilaku masyarakat setempat sudah mencerminkan prilaku Islam, Selain itu juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat berkunjung dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh masyarakat setempat.
Proses penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara mengislamkan kebiasaan-kebiasaan daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang Patu’du yaitu kuda yang menari, pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan daya tarik untuk masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari agama Islam terutama dalam mempelajari Al-Qur’an.
Setelah Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke Binuang dengan alasan karena tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa hari kemudian beliau wafat. Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan lebat selama tiga hari tiga malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat pusing memikirkan letak pemakaman Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang mengusulkan tempat pemakaman beliau, tetapi setelah disebutkan salah satu tempat yaitu daerah Ammasangan hujan seketika berhenti. Kemudian Raja memutuskan untuk memakamkan jasad to Salama di Ammasangan yang sekarang bernama Pulau Salama.
Dibawa ini adalah dokumentasi tosalama’ di Binuang (Syaek Bil Ma’ruf) atau dikenal Kamaruddin Rahim :
A. Perkembangan Agama Islam di Mandar
Islam masuk ke Mandar dengan jalan damai pada abat 17 masehi, pengaruh Islam mengalami perkembangan sekitar pada abad 18 masehi. Penyebaran islam dilakukan dengan didahului para pemimpin kerajaan yang ada ditanah Mandar. Dimulai dari ajaran membersikan diri sampai kepada tatanan atau aturan dalam beribadah.
Masuknya Islam ditanah Mandar banyak mempengaruhi kebudayaan lokal. Dalam bidang aturan dalam kepemimpinan, kehidupan, dan masih banyak lagi. Berikut ini beberapa contoh perkembangan islam di berbagai kerajaan yang ada di Tanah Mandar :
1. Pada masa kerajaan Balanipa
Kerajaan ini terletak di Kabupaaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini adalah kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai pengaruh yang sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di Balanipa pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid Raja.
Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
2. Pada Masa Kerajaan Binuang
Kerajaan ini terletak di kabupaaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) adalah islam Muhammadia. Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat siarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.

Rabu, 11 Februari 2015

kuliner khas sulawesi barat

Kuliner Khas Sulawesi Barat

Dibawah ini beberapa kuliner khas sulawesi barat, jika berkunjung ke sulawesi barat kurang lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khas masyarakat mandar. Beberapa diantaranya kuliner yang sangat terkenal, yaitu:

Jepa


Jika ikan saja tak mengenyangkan, ada penganan karbohidrat tinggi tersedia di meja. Jepa adalah makanan khas Mandar. Bentuknya lempengan bundar dari parutan ubi kayu dan kelapa yang dimasak di atas kuali tanah. Cara pembuatannya nyaris sama seperti pembuatan serabi. Namun, untuk membuat jepa ada tutup yang ditekan untuk memadatkan adonan. Karena terbuat dari ubi memakan 1 jepa dapat mengenyangkan. 



IkanTerbang yang di asapi

 Ikan Terbang
MAJENE,Masyarakat pesisir yang ada di Lingkungan Labuan, Kelurahan Mosso, Kecamatan Senadan, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat saat ini mengembangkan wisata kuliner dengan menyajikan makanan tradisional.

Masyarakat pesisir yang berjarak 135 kilometer dari ibukota Mamuju, telah mengembangkan wisata kuliner di sepanjang jalur Trans Sulawesi. Senin, di lingkungan Labuan, di lokasi itu terlihat masyarakatnya menawarkan obyek wisata dengan menyajikan menu tradisional yakni ikan terbang yang diasap dengan makanan khasnya "Jepa" salah satu jenis makanan dari tanaman umbi-umbian yang diolah menjadi makanan siap saji.
Makanan tradisional Mandar yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir itu sudah berlangsung sejak satu tahun terakhir dan bahkan telah menuai hasil karena mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan orang.
Wisata tradisional yang digeluti sebagian besar masyarakat pesisir itu sangat digemari semua kalangan, apalagi harga yang ditawarkan oleh pelaku usaha cukup terjangkau untuk semua kalangan karena harganya hanya Rp 5.000 per porsi.
.

                                  

                              


                                                                            Loka Anjoroi


Loka Anjoroi, makanan khas Mandar – Sulawesi Barat. dihidangkan pada jam 9-10 pagi hari , biasanya pada acara acara pertemuan kekeluargaan, tanpa Loka Njoroi seakan akan pertemuan kurang lengkap. Makanan khas ini juga sesuai selera Nusantara. 
Bahan:
* 1 sisir pisang kepok tua yang masih mentah.
* 1 biji kelapa tua diparut, diambil santan pertamanya (kanil) + 1 gelas.
* Garam secukupnya.
Cara Membuat:
1. Pisang direbus dengan kulitnya (dikukus).
2. Siapkan santan kental tadi tanpa dimasak.
3. Satu-persatu pisang dikupas, dalam keadaan panas dimasukkan ke dalam santan sambil diaduk-aduk sampai santan melengket di pisang.
Loka Njoroi, dihidangkan sesuai selera, bagi saya lebih enak rasanya apabila Loka Njoroi di hidangkan dengan sambel
[ wisata kuliner]



                                                   Golla Kambu


Salah satu hal yang saya senangi dari teman-teman saya yang dari Polewali Mandar Sulawesi Barat ketika mereka pulang kampung dan kembali ke Makassar, mereka selalu membawa oleh-oleh cemilan manis nan legit ini. Orang Mandar menyebutnya Golla Kambu.
Camilan khas mandar ini betul-betul sangat tradisional. Bungkusannya masih dibalut daun pisang kering. Ketika saya menanyakan hal ini ke teman, katanya Golla Kambu ini akan terasa lebih enak kalau dibungkusnya daun pisang. Golla Kambu ini terdiri dari campuran Nasi ketan putih (Bahasa Makassar: Songkolok), kelapa parut dan santan serta gula aren. Rasanya legit dan manis. Sensasi legitnya didapatkan dari campuran Nasi ketan putih, kelapa parut serta santan sedangkan rasa manisnya di dapatkan dari campuran gula aren.
Ada beberapa varian rasa yang bisa dinikmati dari Golla Kambu ini. Teman-teman kampus asal Polman paling sering membawakan rasa durian dan kacang tumbuk. Kalau saya sendiri paling suka menikmati yang rasa Gratis. hehehe :D
Untuk menikmati kuliner khas  diatas silahkan berkunjung ke Sulawesi barat.... :)

Selasa, 10 Februari 2015

KEBUDAYAAN SULAWESI BARAT



KEBUDAYAAN SULAWESI BARAT


Mari kita lihat beberapa kebudayaan di Provinsi baru di Indonesia yang ke-33, yaitu Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi ini merupakan provinsi baru di Indonesia yang terbentuk dari pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan, dan kini telah menjadi Provinsi ke-33 yang diresmikan sejak 5 Oktober 2004 berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004. Ibukota provinsi Sulawesi Barat ini adalah Mamuju. Luas wilayahnya sekitar 16,796.19 km². Secara geografis, provinsi ini terletak di posisi silang dari Segitiga emas Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah, serta langsung menghadap rute berlayar nasional dan internasional selat Makassar.

Saat ini Sulawesi Barat terkenal dengan kakaonya, kopi (robusta dan arabika), cengkeh, dan kelapa. Emas, batu bara, dan minyak telah menjadikan provinsi makmur. Lebih lengkapnya kebudayaan yang ada di Provinsi Sulawesi Barat ini akan kami sajikan dibawah ini.

1. Rumah adat
Rumah adat Mandar, yakni rumah panggung yang memiliki bentuk yang hampir sama dengan rumah adat suku Bugis dan Makassar. Perbedaanya pada bagian teras (lego) lebih besar dan atapnya seperti ember miring ke depan. Bentuk rumah panggung yang berdiri diatas tiang-tiangnya dimaksudkan untuk menghindari banjir dan binatang buas. Dan apabila semakin tinggi tingkat kolong rumah menandakan semakin tinggi pula tingkat status sosial pemiliknya.  Atap rumah umumnya terbuat dari sirap kayu besi, bambu, daun nipah, rumbia, ijuk atau ilalang. Tangga terbuat dari kayu (odeneng) atau bambu (sapana) dengan jumlah anak tangganya ganjil. Tingkat dinding berbentuk segitiga yang bersusun sebagai atap juga menunjukan kedudukan sosial pemilik rumah.


2. Pakaian Tradisional
Di Sulawesi Barat mempunyai keragaman baju tradisionalnya. Pakaian tradisional Sulawesi Barat biasanya dikenakan dalam pertunjukan tari, acara pernikahan dll yang memiliki keragaman dalam busananya.
Pakaian adat pada pria mengenakan jas yang tertutup dan berlengan panjang, dipadukan celana panjang sebagai pakaian bawahnya. Terdapat kain sarung yang dililitkan pada pinggangnya sampai kelutut. Sedangkan pakaian adat pada wanita Sulawesi Barat mengenakan baju Bodo dengan dihiasi kalung, gelang serta giwang. pada bagian kepala dikenakan sanggul dan beberapa hiasannya. Pakaian bawah dikenakan sarung yang dikenakan seperti rok.

pakaian adat Sulawesi Barat
3. Tari Daerah
- Tari Bamba Manurung, ditujukan sewaktu acara pesta Adat Mamuju yang dihadiri oleh para penghulu adat beserta para tokok adat. Pakaian tari ini disebut baju Badu, dan di hiasi oleh bunga melati beserta kipas sebagai perlengkapan tarinya.

- Tari Bulu Londong, ditujukan pada acara Rambutuka sebagai rasa syukur penduduknya.Pakaian tari ini mengenakan baju adat Mamasa yang berbahan bulu burung.  Perlengkapan tari yang dipakai adalah terompet, pedang atau tombak, sengo, kepala manusia dll.

- Tari patuddu ditujukan dalam acara untuk menyambut para tetamu dari luar maupun dalam negeri. Tarian ini merupakan tarian suku Mandar yang tinggal di Sulawesi Barat.

Tari Patuddu

4. Senjata Tradisional: Badik

Badik atau badek bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar.
Badik
5. Suku-suku Sulawesi Barat: ada terdiri dari Makassar (1,59%),Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Suku Mandar (49,15%), dan suku lainnya (19,15%).

6. Lagu Daerah: Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma'pararuk.

7. Bahasa Daerah: Bahasa Mandar, Bahasa Bugis, Bahasa Toraja, Bahasa Makasar

8. Alat Musik Tradisional: Kecapi, cara memainkannya dengan  dipetik pada bagian senarnya.




Sejarah sulawesi barat

SEJARAH TERBENTUKNYA SULAWESI BARAT

peta.jpg

Bertolak dari semangat "Allamungan Batu di Luyo" yang mengikat Mandar dalam perserikatan "Pitu Ba'bana Binanga dan Pitu Ulunna Salu" dalam sebuah muktamar yang melahirkan "Sipamandar" (saling memperkuat) untuk bekerja sama dalam membangun Mandar.
Semangat "Sipamandar" inilah, sehingga sekitar tahun 1960 oleh tokoh masyarakat Manda yang ada di Makassar yaitu antara lain : H. A. Depu, Abd. Rahman Tamma, Kapten Amir, H. A. Malik, Baharuddin Lopa, SH. dan Abd. Rauf mencetuskan ide pendirian Provinsi Mandar bertempat di rumah Kapten Amir, dan setelah Sulawesi Tenggara memisahkan diri dari Provinsi Induk yang saat itu bernama Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra).

Ide pembentukan Provinsi Mandar diubah menjadi rencana pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan ini tercetus di rumah H. A. Depu di Jl. Sawerigading No. 2 Makassar, kemudian sekitar tahun 1961 dideklarasikan di Bioskop Istana (Plaza) Jl. Sultan Hasanuddin Makassar dan perjuangan tetap dilanjutkan sampai pada masa Orde Baru perjuangan tetap berjalan, namun selalu menemui jalan buntu yang akhirnya perjuangan ini seakan dipeti-es-kan sampai pada masa Reformasi barulah perjuangan ini kembali diupayakan oleh tokoh masyarakat Mandar sebagai pelanjut perjuangan generasi lalu yang diantara pencetus awal hanya H. A. Malik yang masih hidup, namun juga telah wafat dalam perjalanan perjuangan dan pada tahun 2000 yang lalu dideklarasikan di Taman Makam Pahlawan Korban 40.000 jiwa di Galung Lombok, kemudian dilanjutkan dengan Kongres I Sulawesi Barat yang pelaksanaannya diadakan di Majene dengan mendapat persetujuan dan dukungan dari Bupati dan Ketua DPRD Kab. Mamuju, Kab. Majene dan Kab. Polman.

Tuntutan memisahkan diri dari Sulawesi Selatan sebagaimana di atas sudah dimulai masyarakat di wilayah Eks Afdeling Mandar sejak sebelum Indonesia merdeka. Setelah era reformasi dan disahkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian menggelorakan kembali perjuangan masyarakat di tiga kabupaten, yakni Polewali Mamasa, Majene, dan Mamuju untuk menjadi provinsi. Sejak tahun 2005, tiga kabupaten (Majene, Mamuju dan Polewali Mamasa) resmi terpisah dari Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Sulawesi Barat, dengan ibukota Provinsi di kota Mamuju. Selanjutnya, Kabupaten Polewali Mamasa juga dimekarkan menjadi dua kabupaten terpisah (Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa).

Untuk jangka waktu cukup lama, daerah ini sempat menjadi salah satu daerah yang paling terisolir atau ‘yang terlupakan’ di Sulawesi Selatan. Ada beberapa faktor penyebabnya, antara lain, yang terpenting yaitu jaraknya yang cukup jauh dari ibukota provinsi (Makassar); kondisi geografisnya yang bergunung gunung dengan sarana prasarana jalan yang buruk; mayoritas penduduknya (etnis Mandar dan beberapa kelompok sub etnik kecil lainnya) yang lebih egaliter, sehingga sering berbeda sikap dengan kelompok etnis mayoritas dan dominan (Bugis dan Makassar) yang lebih hierarkis (atau bahkan feodal) pada awal tahun 1960an.

Sekelompok intelektual muda Mandar pimpinan almarhum Baharuddin Lopa (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, 1999 – 2000, dan sempat menjadi ‘aikon nasional’ gerakan anti korupsi karena kejujurannya yang sangat terkenal) melayangkan ‘Risalah Demokrasi’ menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap beberapa kebijakan politik Jakarta dan Makassar; serta fakta sejarah daerah ini sempat menjadi pangkalan utama ‘tentara pembelot’ (Batalion 310 pimpinan Kolonel Andi Selle), pada tahun 1950- 60an, yang kecewa terhadap beberapa kebijakan pemerintah dan kemudian melakukan perlawanan bersenjata terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Selain sebagai daerah lintas gunung dan hutan untuk memperoleh pasokan senjata selundupan melalui Selat Makassar oleh gerilyawan Darul Islam (DI) pimpinan Kahar Muzakkar yang berbasis utama di Kabupaten Luwu dan Kabupaten Enrekang di sebelah timurnya.

Pembentukan daerah kabupaten baru di wilayah Sulawesi Barat masih dalam proses dan dalam prosesnya masih sering diiringi oleh permasalahan permasalahan yang merupakan efek penyatuan pendapat yang belum memiliki titik temu. Sulawesi Barat atau disingkat SULBAR merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan propinsi ke – 33 dan diresmikan sejak 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2004, dengan ibukota provinsi adalah Mamuju – Kabupaten Mamuju. Letak Sulawesi Barat Wilayah Provinsi Sulawesi Barat meliputi 5 (lima) Kabupaten yaitu : Kabupaten Mamuju Utara, Kabupatan Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa. 58 Kecamatan, 50 Kelurahan dan 393 desa.

Luas wilayah 16.937,18 km2, jumlah penduduk sekitar 1.070.475 jiwa dengan komposisi penduduk 80% petani dan 7,5% nelayan dengan tingkat kemiskinan mencapai 19,03%. Berada pada jalur segitiga Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur.

Adapun batas- batas wilayah sebagai berikut :

~ Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sulawesi Tengah
~ Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sulawesi Selatan
~ Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Sulawesi Selatan
~ Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Makassar dan Kalimantan Timur
Blogger Templates